PILPRES DAN KEADILAN EKONOMI
Prof Dr Anton A Setyawan, SE, MSi Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univ Muhammadiyah Surakarta
Pemilihan presiden 2024 akan berlangsung tanggal 14 Februari. Indonesia sudah mempunyai 3 pasang capres-cawapres untuk berkompetisi dalam pilpres 2024. Mereka adalah pasangan Prabowo Subiyanto dan Gibran Rakabuming Raka, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD serta Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Rakyat Indonesia akan memilih pemimpin yang menjadi nakhoda negara ini sampai dengan 5 tahun mendatang. Hal ini berarti presiden dan wakil presiden terpilih akan berusaha mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Dalam konteks ini, kesejahteraan rakyat utamanya memastikan bahwa seluruh rakyat Indonesia terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Pemerintah Jokowi mewariskan kebijakan pembangunan ekonomi dengan pembangunan dan penguatan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur secara massif adalah pilihan yang masuk akal untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Apa itu pertumbuhan ekonomi berkualitas? Pertumbuhan ekonomi berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang dimotori oleh sektor-sektor produktif.
Pertumbuhan ekonomi nasional di masa pmerintahan Jokowi stabil pada kisaran 4.5 sampai 5 persen. Target pemerintahan ini untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi 7 persen tidak pernah tercapai karena konsumsi domestik sejak tahun 2011 sampai 2020 hanya mencapai 5 persen. Angka ini cukup bagus tetapi tidak cukup untuk menopang pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen, Di sisi lain, sektor industri dari tahun 2013 hanya mampu tumbuh secara rata-rata dibawah 5 persen.
Periode kedua pemerintahan Jokowi juga diwarnai beberapa kondisi yang berdampak pada kontraksi pertumbuhan ekonomi. Pertama, fenomena pandemic COVID 19 yang memberikan pukulan ekonomi pada tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih positif di kisaran 2 persen, namun demikian dampak pada indikator ekonomi riil seperti pengangguran dan kemiskinan sangat besar. Kedua, sebelum COVID 19, perekonomian global terdampak perang dagang AS-China yang memberikan tekanan pada perekonomian regional dan berdampak pada perekonomian Indonesia.
Ketiga, pasca COVID 19, Indonesia juga masih menghadapi tantangan ekonomi berat yaitu melemahnya pertumbuhan ekonomi global karena kenaikan harga komoditas pangan dan energi pada level global. Kondisi ini disebabkan karena konflik bersenjata di Rusia dan Ukraina yang sampai saat ini belum berakhir.
Hal ini berarti, presiden dan wapres terpilih nanti akan menghadapi kondisi ekonomi dengan ketidakpastian yang tinggi. Pada sisi lain stabilitas ekonomi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir justru banyak diganggu oleh faktor-faktor non ekonomi seperti penyakit, perang dan perubahan konstelasi geo politik global. Apakah kelak presiden dan wapres terpilih mampu mengidentifikasi masalah-masalah ekonomi nasional dan merumuskan solusinya dengan mengedepankan keadilan ekonomi?
Arah Pembangunan Ekonomi
Presiden dan wapres terpilih pada masa awal pemerintahan mereka harus menghadapi tantangan ekonomi yang berat, karena tahun 2024 ada peningkatan resiko ekonomi global. Resiko-resiko ekonomi global tersebut antara lain melemahnya pertumbuhan ekonomi China yang berdampak pada penurunan indeks manufaktur global, konflik Rusia-Ukraina, kenaikan harga minyak dunia, konflik Palestina-Israel, perekonomian dunia yang terfragmentasi, ancaman perubahan iklim dan resiko tekanan hutang luar negeri. Berdasarkan perkiraan International Monetary Fund (IMF) pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 mencapai 2,9 persen. Tahun 2024 perekonomian global dikhawatirkan terkontraksi menjadi 2,8 persen karena munculnya resiko ekonomi global tersebut.
Bagaimana kemudian pemerintah terpilih mengantisipasi hal tersebut? Pertama, pengelolaan APBN tahun 2024 memerlukan kehati-hatian dengan perencanaan prioritas pos-pos yang perlu didanai dan memberikan dampak cepat pada stabilitas ekonomi. Dalam kondisi ini agak berat bagi APBN untuk memberikan stimulus bagi perekonomian, demikian juga untuk meningkatkan penerimaan pajak karena munculnya resiko global juga memberikan dampak negative bagi sektor swasta.
Kedua, pemerintah terpilih perlu melanjutkan kebijakan hilirisasi yang sudah dimulai oleh pemerintahan Jokowi. Contoh kasus komoditas nikel dan batubara dengan larangan ekspor bahan mentah sudah seharusnya dilanjutkan. Penguatan industri yang berorientasi ekspor dengan kebijakan hilirisasi akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia. Pada sisi lain, penguatan industri berorientasi substitusi impor juga harus segera dilakukan. Dominasi impor berupa barang jadi sudah mengganggu beberapa industri strategis. Contohnya, industri tekstil nasional yang mengalami tekanan berat karena maraknya impor.
Ketiga, permasalahan yang gagal ditangani pemerintahan Jokowi adalah kesenjangan kesejahteraan. Kesenjangan kesejahteraan antara wilayah pedesaan dan perkotaan, antar pulau di Indonesia sebenarnya sudah mulai diatasi dengan berbagai kebijakan namun demikian hasilnya belum optimal. Data Maret 2023 menunjukkan angka Gini Ratio Indonesia mencapai 0,388 meningkat sedikit dibandingkan bulan September 2022 yang mencapai 0,381. Ketimpangan kesejahteraan ini sebenarnya merupakan masalah multidimensi yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan pembangunan ekonomi. Sektor kesehatan dan pendidikan juga berperan dalam mengatasi masalah kesenjangan kesejahteraan di Indonesia.
Pembangunan Berkeadilan
Kita berharap bahwa pemimpin terpilih di tahun 2024 mampu mewujudkan pembangunan berkeadilan, meskipun pilpres kali ini diawali dengan kekecewaan banyak pihak terkait mekanisme penentuan cawapres dengan mengubah aturan batas usia cawapres untuk memuluskan pencalonan Gibran Rakabumi Raka, pitra presiden Jokowi. Pada akhirnya memang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi memberhentikan ketua MK Anwar Usman, namun tidak mengobati kekecewaan publik, karena keputusan sebelumnya tentang syarat usia pencalonan cawapres tidak dianulir. Hal ini sebenarnya berpotensi mengurangi kepercayaan rakyat terhadap lembaga negara karena pengawal konstitusi ternyata tidak netral. Salah satu kunci terwujudnya kesejahteraan rakyat adalah terwujudnya pembangunan berkeadilan.
Pembangunan berkeadilan berarti mewujudkan pembangunan dengan orientasi mengurangi kesenjangan ksejahteraan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang stabil penting, namun demikian sangat penting untuk memberikan akses yang sama bagi pelaku ekonomi di Indonesia. Dalam bentuk yang nyata kebijakan pembangunan berkeadilan adalah dengan memperkuat sektor pertanian dan pangan dengan memperbaiki struktur sektor pertanian, perkebunan, pertambangan, perikanan dan kehutanan dengan meningkatkan produktivitas serta memperbaiki tata kelola perdagangan komoditasnya. Penguatan di sektor primer memberikan pondasi yang kuat bagi perekonomian. Selanjutnya memperkuat UMKM di bidang industri secara khusus pada industri tekstil, mebel dan furniture serta ekonomi kreatif akan memberikan ruang bagi kelompok masyarakat produktif pada level menengah ke bawah untuk mengembangkan usaha mereka. Pertanyaannya apakah kandidat presiden dan wapres yang akan berkompetisi saat ini mempunyai solusi untuk masalah-masalah ekonomi mendasar di Indonesia? Atau jangan-jangan mereka tidak memahami permasalahan struktur ekonomi nasional?
Cipta/Penulis: Prof Dr Anton A Setyawan, SE, MSi
Editor/Penerbit : Redaksi