Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
MK menyatakan seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi capres dan cawapres selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui Pemilu.
Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), Allan Fatchan Gani Wardhana angkat bicara terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. Dia menilai MK telah terjebak arus politik jelang pemilu 2024.
Dikabulkanya gugatan mengenai syarat capres-cawapres ini membuktikan bahwa MK telah terjebak pada arus politik menuju Pemilu 2024,” ujar Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Allan Fatchan Gani Wardhana melalui chat WhatsApp (WA), Selasa (17/10/2023).
Ada beberapa hal yang menjadi catatan Allan terkait MK yang mengabulkan gugatan tersebut. Salah satunya adalah syarat usia capres-cawapres bukanlah ranah dari MK.
“Ranahnya pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan Presiden. Yang berhak mengatur terkait syarat capres-cawapres termasuk soal usia adalah pembentuk UU,” ucapnya.
Allan mengungkapkan tugas MK hanya menguji sebuah norma apakah bertentangan dengan UUD atau tidak (menguji konstitusionalitas norma).
“Putusan ini sangat mengacaukan sistem ketatanegaraan yang selama ini sudah babak belur akibat ulah segelintir elit yang tidak mematuhi hukum tata negara kita,” urainya.
Putusan tersebut menurut Allan membuktikan sebagian hakim MK tidak memiliki komitmen kuat mengawal proses demokrasi yang mengedepankan etika politik
“Mereka yang mengabulkan putusan ini telah terjebak dalam permainan kekuasaan. Terutama terjebak untuk memenuhi ambisi politik ‘keluarga’ yang ingin berkuasa terus-menerus,” tandasnya.
Dia menilai ukuran pengalaman merupakan hal yang subjektif. Seharusnya, seseorang dapat dikatakan pengalaman jika sudah selesai menjabat.
“Sangat politis, dan MK telah terjebak dalam politik praktis. Kalau pundisyaratkan harus punya pengalaman, lagi-lagi itu bukan kewenangannya MK untuk mengatur. Apalagi sampai menentukan aturan terkait pengalaman,” ungkapnya.
Menurut Allan putusan tersebut akan menjadi beban institusi MK dan dicatat oleh sejarah. Disisi lain, kepercayaan publik terhadap MK akan menurun seiring turunnya kualitas putusan dan turunnya integritas dalam pembuatan putusan.
“MK yang lahir sebagai produk reformasi telah runtuh dan susah untuk dipercaya dan diberikan kepercayaan pasca pengucapan putusan yang mengabulkan syarat usia capres cawapres ini,” tandasnya.